Arak mengarak asa dalam upaya mengarungi pelik dunia
Tampak temaram sosok dari pinggiran desa
Sederhana, jauh dari kata berpunya
Mengolah sebidang lahan
Dalam memenuhi peran
Sarat penghidupan
Petani tua, memulai rutinitas kerja
Menghidupkan sendisendi menyibukkan diri mengais rejeki
Dia menyeka keringat
Menggendong matahari
sampai tak bercahaya lagi; setiap hari
Yang dia tahu hanya
memelihara gemburnya tanah
warisan keluarga
Dia buta akan urusan negara
Baginya lingkungan sana hanya dihuni orang-orang serakah
Dulu tanah air menjalar subur
Kini cuma sisakan serpihan surga; langkah
Kerap terbesit dalam pikirnya
Seperti apa kehidupan pemimpin yang terlihat gagah di dalam istana
Bukankah mereka hidup bergelimangan harta? Lalu kenapa mereka merampas terus dan terus menumpuk harta
Apa kelak mereka ingin mendirikan istana di alam barzakh tempat berteduh menunggu kiamat tiba
Hari terganti hari panen itu datang juga
Doa terlempar. Harap melebar
Rejeki takkan mungkin tertukar
Petani tua, memupuk syukur dari berkat tanah yang subur
Semoga harga kali ini tak lagi merugi
Sebab hanya sebidang kebun ini yang kami punya untuk bekal sampai musim panen itu kembali
Pagar Alam, 15 September 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar